Sejarah Pembalut Wanita
Dimulai dari zaman Mesir Kuno, orang Mesir kuno sudah mengenal pembalut yang pada saat itu masih terbuat dari daun papyrus yang dilembutkan dan bentuknya seperti tampon. Lalu berkembang di Yunani kuno dengan menggunakan bahan kapas halus dan dan dibungkus kayu kecil.
Berbagai macam bahan yang digunakan untuk pembalut wanita seperti rumput kering , wol, kapas, kain bekas, maupun serat sayuran. Bentuknya yiaitu dimasukan kedalam kantong dan diselipkan di antara kedua kaki.
Pada tahun 1867 ditemukan menstrual cup (mangkuk menstruasi). Mangkuk ini diletakan kedalam kantong kain yang dihubungkan dengan belt yang diikat di pinggang. Pada saat itu, wanita tidak menggunakan apa-apa dibalik roknya, sehingga jika sedang menstruasi, mereka memakai pembalut tersebut.
Pada tahun 1876, bahan dari mangkuk menstruasi tersebut diganti bahannya menjadi bahan karet yang memungkinkan dapat menampung darah haid, lalu terus mengalir melalui selang menuju ke kantong penampungan yang digunakan diluar badan. Namun, yang menggunakan menstrual cup hanya orang-orang tertentu saja. Orang miskin masih menggunkan kain yang bisa dicuci sehingga bisa dipakai berulang kali, karena mereka tidak sanggup membeli menstrual cup.
Barulah pada perang dunia pertama, cikal bakal disposable pads (pembalut sekarang ini) ditemukan. Seorang perawat Perang Dunia pertama, ketika itu mereka menyadari bahwa pembalut yang mereka gunakan untuk membalut luka tentara ternyata bisa mereka gunakan ketika haid. Lalu pada tahun 1900-an, disposable pads dibuat.
Kotex adalah brand pertama untuk pembalut yang dilaunched di Amerika pada tahun 1920.
Inovasi pun terjadi. Pada tahun 1960-an, pembalut yang menggunakan belt mulai digantikan dengan pembalut yang menggunakan lem. Lem tersebut berfungsi untuk menahan pada bagian bawah celana dalam. Bahannya pun diganti, yang awalnya memakai bahan wood fiber dan cotton fiber, hingga bahan-bahan lainnya seperti jel.
Sampai sekarang, inovasi pembalut wanita terus dilakukan, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan wanita.
2-_____________________________________________________________
Sejarah Harley Davidson Masuk Di Indonesia
Jangan ngaku bikers sejati bro...kalo kagak tau sejarahnya H-D masuk di Indonesia. Kuda besi dari Amrik ini hasil karya cipta dua sahabat yaitu William ''Bill'' Harley dan Arthur Davidson yang bermarkas di Milwaukee Amerika Serikat. Harley Davidson masuk ke Indonesia pada tahun 1920 dibawa oleh orang Belanda sebagai kendaraan operasional diperkebunan tentunya yang nunggangin bukan orang pribumi tapi kepala kebun orang Belanda yang disebut ''Ordeming''dalam bahasa Jawa disebut ''Demang'' pada era tersebut jenis H-D masih WLA Army. Kurun waktu 20 tahun Belanda terusir oleh pendudukan Jepang, seluruh inventaris Belanda dirampas oleh Jepang termasuk H-D jenis WLA tak luput untuk dirampas, kemudian pada tahun 1945 akhirnya Jepang lengser juga, segala perlengkapan dilucuti oleh tentara Indonesia sebagai saksi sejarah adalah Bpk. Jenderal (purn) Widjojo Soejono mengungkapkan bahwa H-D WLA Army-nya didapat beliau dari hasil perjuangan beliau, sampai sekarangpun masih terawat dengan baik. Menurut penuturan beliau pada tahun 1965 H-D jenis WLA ditetapkan sebagai kendaraan operasional untuk POMAL. PATWAL dan PM. H-D is a ''Ride With The Legends'' begitu orang yang menyebutnya, tak heran banyak yang memburunya sampai sekarang karena syarat akan kekentalan legendarisnya. Salah satu dedengkot H-D Indonesia adalah Letjen (purn) Herman Sarens Sudiro sejak usia muda sampai senja semplakan dia kemana-mana adalah Harley Davidson tahun 1938, H-D bagi dia sebagai soulmate yang tergantikan... it'snot just bike bro..! H-D this is HIV ( Harley Davidson Internasional Virus) yaitu ibarat Virus yang menyerang langsung syaraf otak dan sulit untuk disembuhkan...karena begitu banyak yang mengagumi dan memujanya termasuk saya juga he he...meskipun tidak mampu beli cukup dengan gambar-nya saja sudah bisa bermimpi he he...Satu lagi punggawa H-D adalah aktor komedian Indro Warkop beliau adalah cikal bakal berdirinya HDCI ditanah air yang begitu getol membentuk wadah untuk komunitas H-D diIndonesia hingga memperjuangkan adanya dealer resmi H-D dan main sparepart-nya yang langsung dari Amrik....wow salut buat mereka bro...yang dapat mengobati mereka akan demam HIV (Harley Davidson Internasional Virus). Harley Davidson memang simbol sosok jantan seorang pria bagai ksatria...he he. Untuk anda yang ingin bisnis online dirumah...tunggu apalagi dapatkan semua infonya ada di http://www.mandirikita.com/id=ariz
3-_______________________________________________________________
Manusia Tertua Sepanjang Sejarah Berumur 256 Tahun
Ini adalah sebuah berita yang pernah disiarkan oleh Majalah Time. Seorang warga China tepatnya di provinsi szechwan bernama Li Ching-yun adalah manusia terlama hidup yang pernah dicatat sepanjang sejarah.
Menurut berita yang disiarkan oleh Majalah Time, Li Ching-yun meninggal pada usia 256 tahun. Ketika ditanya apa rahasia umur panjang, maka Li Ching-yun mempunyai beberapa resep, yaitu:
- Mengutamakan Mengkonsumsi tumbuh-tumbuhan (Sayur-Mayur)
- Meminum Sake Secukupnya
- Biarkan hati tetap tenang
- Duduk seperti kura-kura
- Sigap Berjalan Seperti Punai, dan
- Tidur seperti anjing
Li Ching-yun selama masa hidup memiliki 23 orang istri, dengan jumlah anak 60 orang. Ching-yun meninggal setelah memiliki keturunan pada generasi ke-12
4-________________________________________________________
Ketika 17 Fotografer Bicara Alam dan Manusia Sulsel
Tujuhbelas fotografer Makassar menerbitkan buku bertajuk 1357 KM Tour of Photography: South Sulawesi in 17 Photographer's Eyes. Buku ini merupakan hasil dari kegiatan Tour of Photography 2008 yang menempuh jarak sepanjang 1357 KM yang menjadi inspirasi dari judul buku. Kegiatan itu mengelilingi wilayah Sulsel pada bulan Januari 2008 lalu. Tur ini untuk mengabadikan segala potensi alam dan budaya yang ada di daerah yang dilalui. Memasuki pelosok, mengabadikan kehidupan di jantung pedesaan, menggali pesona alam dan lingkungan. Pemotretan obyek-obyek tersebut dilakukan dengan pendekatan human interest, landscape, portrait, dan foto jurnalistik.
Sebagian foto-foto yang terdapat dalam buku ini telah dipamerkan pada bulan Juni 2008 lalu dan telah melalui proses kurasi untuk menghadirkannya dalam bentuk buku. Buku ini dikemas dalam dua versi cetakan: hard-cover dan soft-cover. Juga dengan naskah dalam dua bahasa: Indonesia dan Inggris.
Secara teknis, buku dibagi dalam empat bab atau kategori, yakni landscape, aktivitas masyarakat, sosial budaya dan anak-anak. Pemilihan kategori ini berdasarkan ketertarikan para fotografer terhadap kekayaan obyek foto yang ada. Sebagai pembuka, buku menyajikan paparan singkat tentang Sulsel. Di tiap kategori, disertakan pula uraian singkat tentang objek dan lokasi pemotretan sebagai pelengkap foto.
Secara keseluruhan buku ini menampilkan 175 foto yang cukup memberi gambaran tentang Sulsel. Di antara foto-foto itu, terdapat obyek-obyek wisata dan budaya yang selama ini sudah dikenal secara meluas, pesona budaya Tana Toraja dan keunikan suku Kajang. Kedua obyek ini memang menjadi daya tarik pariwisata Sulsel. Tana Toraja dan Kajang dengan segala atribut kebudayaannya adalah potret dari pergumulan peradaban yang mempertaruhkan tradisi lama dan masuknya modernitas.
Ke 175 foto yang disajikan dalam buku setebal v halaman pendahuluan, 84 halaman isi dan 4 halaman iklan ini pun mengajak kita "berdialog" kembali dengan alam dan beragam sisi kehidupan manusia yang terjadi di dalamnya. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan kota tempat para fotografer ini bermukim dan beraktifitas. Di luar itu, para fotografer yang rata-rata masih berusia muda ini lebih memilih menyampaikan pesan lewat bidikan kameranya. Menyodorkan keindahan alam Sulsel dan mengabadikan kehidupannya.
Sayangnya, buku ini tak menampilkan semua daerah yang ada di Sulsel termasuk Kota Makassar sebagai ibukota Sulsel dan gerbang Indonesia Timur. Meski begitu, di mata Chalie Suyata, fotografer dari Lembaga Fotografi Chandra Naya Jakarta, buku ini adalah sebuah karya kreatif, dokumentatif, dan edukatif, sekaligus motivasi bagi masyarakat pelaku maupun penikmat seni fotografi Indonesia. Dan ke 17 fotografer ini pun sadar kalau “fotografi adalah media untuk mengabadikan kehidupan.”